Skip to content

Mau Dibawa Kemana Negeri Ini ?

January 27, 2010

Ketika mengantar anak mencari buku di TB Gramedia, saya tertarik dengan tumpukan buku baru yang berjudul ”Awakening the Giant”. Buku yang ditulis oleh Munawar Fuad,  menceritakan  perjalanan penulisnya ke berbagai negara dan interaksinya dengan berbagai tokoh di negara yang dikunjunginya.

Buku ini mengilhami saya untuk mengekspresikan perasaan yang sudah lama terpendam melihat negeri yang dicintai sekarang berada di pinggiran kegalauan (on the brink of chaos) –meminjam istilah MT Zen–. Raksasa yang masih tertidur dengan mimpi-mimpi buruknya. Itu lah imajinasi saya ketika membaca lembar demi lembar buku tersebut.

Negeri ini seolah-olah tidak pernah beranjak dari berbagai mimpi buruk, mulai dari bencana alam sampai isu politik dan hukum. Semua energi positif anak bangsa terkuras mengikuti drama politik yangmenjemukan. Energi kreatif seakan lenyap tertelan berbagai isu yang terkesan tidak jelas di mana akan berakhir. Bahkan program 100 hari SBY Boediono yang seharusnya menjadi landasan 5 tahun ke depan tidak lagi berarti apa-apa. Lantas mau dibawa ke mana negeri ini ?

Saya membayangkan, betapa akan sedihnya Bung Karno, Hatta, Syahrir, Jenderal Soedirman, dll, ketika menengok negeri yang pernah mereka bela dengan darah, kini berjalan tanpa arah. Secara perlahan tapi pasti, negeri ini mulai tercerabut dari akar sejarahnya sebagai bangsa yang besar. Mungkin para founding father itu hanya bisa menghela nafas panjang, tanpa bisa berbuat apa-apa menyaksikan generasi saat ini hanya bisa bermain retorika dan sibuk membela kepentingan kelompoknya masing-masing.

Begitu pula para ahli yang sebagian besar bergelar doktor pun hanya terpaku diam, dan mulai banyak terserang penyakit usia lanjut, yaitu lupa ingatan. Tidak  percaya ? Lihat saja bagaimana para saksi (yang rata-rata bertitel doktor) serempak mengatakan lupa atau tidak mengetahui ketika dicercar anggota Pansus Century. Saya tidak punya otoritas untuk menghakimi apakah mereka salah atau benar secara hukum. Namun, yang perlu dipersoalkan lebih dalam  adalah hilangnya kejujuran dan rasa malu para pejabat negeri. Sebuah bangsa akan besar kalau kedua hal itu tetap menjadi pegangan para pemimpin dan rakyatnya.

Penyelesaian kasus Bank Century menjadi batu ujian yang paling berat bagi keberlangsungan bangnsa ini (detikfoto.com)

Seandainya Machiavelli dibangkitkan kembali, tentunya dia akan senang melihat ajarannya dipraktekkan dengan baik. Politik tidak lagi menjadi alat untuk mensejahterakan, tapi melulu hanya sebagai cara untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Soal etika dan norma, biarlah nanti ahli hukum mencarikan pasal-pasal yang pas sebagai justifikasi tindakan.

Mungkin ini lah yang disebut politik kartel. Suatu masa elit politik larut dalam kompetisi pemilu yang ketat, setelah itu mulai saling berkoalisi dan tidak terlalu lama koalisi itu pun bubar jalan dan kemudian berkoalisi lagi dengan pihak lain. Berputar-putar tanpa arah yang jelas.

Setidaknya ini lah gambaran politik yang saya tangkap dari para aktor dan aktris Senayan dalam lakon Balada Century. Sebagai rakyat kecil, saya hanya bisa mengurut dada dan paling banter curhat dalam kolom kompasiana dot com. Duh, mau dibawa ke mana negeri ini ?

Meminjam istilah Azyumardi Azra, negeri ini benar-benar di ambang kemelelehan (on the brink of melting down). Kira-kira seperti itulah imajinasi saya tentang negeri yang didongengkan gemah ripah loh jinawi yang elitnya bertikai melulu dan rakyat hanya terpaku menonton tingkah polah para elit politiknya. Gambaran itu tidak bermaksud menyamaratakan seluruh elit berprilaku sama. Namun, bayang-bayang Machiavelism sulit saya hilangkan dari pentas drama politik negeri ini.

Mungkinkah Raksasa itu Bangun ?

Negeri ini perlu disadarkan dari tidur panjangnya, untuk bangun mengejar bangsa lain yang sudah lama berlari. Namun, dalam upayanya untuk bangun, selalu muncul berbagai  mimpi buruk yang kerap mengganggunya. Mimpi buruk itu antara lain pertikaian antar elit yang tidak kunjung selesai dan lupa terhadap tugasnya untuk mengabdi pada kepentingan rakyat.

(KompasCommunity.com)

Para pemimpin negeri ini tampil seolah-olah everything is ok. Padahal kenyataannya, banyak rakyat di pedesaan mulai menjemur nasi untuk dijadikan nasi aking. Kecemasan juga mulai muncul di kalangan orang berduit, karena bank  ternyata mudah dibobol maling.

Kabar yang lebih tragis muncul dari Mamuju Selatan. Tersiar kabar seorang gadis cantik hanya bisa terkapar menahan sakit akibat gigitan belatung-belatung ganas. Ummi Dammiati dibiarkan menahan sakit karena keluarganya sudah tidak mampu lagi membayar biaya pengobatan.  Siapa kah yang harus bertanggungjawab menyelesaikan beban berat negeri ini ? Tentu saja para elit pemimpin negeri ini. Namun apa daya, mereka masih sibuk mengurus dirinya sendiri.

Kondisi sekarang ini memang berat. Bahkan untuk orang sekaliber Pak SBY yang telah berpengalaman menjadi presiden pun terlihat gamang membangkitkan negeri ini dalam sekejap. Lihat lah kelopak mata dan wajahnya yang menunjukkan kelelahan yang luar biasa menghadapi problem akut bangsa ini.

Mungkin saya terlalu mendramatisir keadaan. Tapi, itu lah perasaan saya melihat negeri ini yang seolah-olah tidak banyak beranjak maju dibandingkan negara lainnya. Dan, yang lebih parah lagi, saya pun tidak bisa memberikan kontribusi banyak, baik tenaga maupun pemikiran yang lebih baik dari sekedar menuliskan uneg-uneg ini.

Terima kasih kepada kompasiana dot com yang telah memberikan pelajaran berharga memahami bagaimana negara dijalankan dari berbagai tulisan para kompasianer lainnya. Mudah-mudahan, suatu saat nanti negeri ini akan menjadi negeri besar seperti yang dicita-citakan para pendiri dan pejuang negeri ini.

Kembali pada sub tema di atas, mungkin kah negeri besar ini bangun dari tidur panjangnya dalam waktu dekat ? Wallahuallam….

Salam Beblog, Kemang Pratama – 27/01/2010

8 Comments leave one →
  1. January 28, 2010 4:37 am

    Jabatan hanyalah amanah Insya Allah Indonesia menjadi negara yang rahmatan lil ‘alamin

    • January 28, 2010 9:22 am

      aminnnn….doa mbak ajeng biasanya makbul……tapi bukan makbul padmanegera wakapolri…hehehehehe

  2. greengrinn permalink
    January 29, 2010 4:20 am

    saya mau bawa negara ini ke tempat yang terhormat, tapi bareng-bareng =3 seluruh (elemen)masyarakat bersatu

  3. January 30, 2010 3:32 pm

    Makin sering mbaca blog ini, aku makin kesengsem sama sosok penulis blog ini.

    Apalagi tiap Jumat sore selalu ditemani via Radio Dakta dari jam 17.00 s.d jam 18.00

    Salam Salut

    • January 31, 2010 12:01 am

      waduh pa eko, kalau pa eko yang berkata-kata…saya semakin tersanjung berkali-kali…..gudubrag ! Aduh !

      terima kasih pa eko, saya hanya menerapkan apa yang pernah pa eko ajarkan…menulis ibarat menghela nafas

  4. January 30, 2010 4:15 pm

    mari kita rapatkan barisan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan biar negeri kita tambah kokoh dan jaya kembali

Trackbacks

  1. One Moment in Time | Komunitas Blogger Bekasi

Leave a reply to M Harun Alrasyid Cancel reply